LAPORAN PRATIKUM KIMIA
Nama : MERNA AYU SULASTRI
NPM : E1D014066
Prodi
: AGRIBISNIS
Kelompok
: 10 (sepuluh)
Hari/jam : Selasa,08.00-09.40 WIB
Tanggal
: 04 November 2014
Ko-Ass : 1. Sondang L.Nadapdap
2. rosmaini
Dosen : Dra.Devi silsia M.Si
Objek Pratikum : TITRASI ASAM DAN BASA
LABORATORIUM
TEKNOLOGI PERTANIAN
PRODI AGRIBISNIA
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menentukan
banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat
habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui
kadarnya atau konsentrasinya, sedangkan apabila salah satu larutannya diketahui
konsentrasinya, larutan ini disebut larutan standar. Ada 4 macam reaksi yang digunakan dalam titrasi
yaitu reaksi asam-basa, reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi
pembentikan kompleks.
Titrasi
asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam
basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi
asam basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan
kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi berdasarkan
kesetaraan kimia.
Titrasi
asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa.
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang
kosentrasinya sudah diketahui disebut larutan baku. Titik ekuivalen adalah
titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan disertai perubahan warna
indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna
indicator.
Titrasi
merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya.
1.2 Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa
mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang mengandung asam .
2. Mahasiswa
mampu menstandarirasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi merupakan penambahan secara cermat volume larutan
yang mengandung zat yang konsentrasinya diketahui, yang akan mengakibatkan
reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu pada titik
akhir ditandai dengan semacam perubahan fisis, misalnya warna campuran reaksi
yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut indikator, yang
mengubah warna pada titik akhir. Indikator adalah zat warna yang
perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang pH yang sempit (Oxtoby,2001).
Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah
netralisasi asam-basa. Biasanya, sebagai larutan asam diletakkan pada erlemeyer
atau gelas kimia. Indikator adalah suatu zat yang mempunyai warna yang
berlainan dalam keadaan asam dan basa. Misalnya, lakmus dalam suasana asam akan
berwarna merah, sedangkan dalam keadaan basa warnanya biru. Indikator lain yang
biasa juga digunakan adalan phenophtalein, yang dalam suasana asam tidak berwarna
dan dalam keadaan basa berwarna merah muda (Brady,1999).
Dalam analisis kuantitatif, indikator digunakan untuk
menentukan titik ekuivalen dari titrasi asam-basa. Karena indikator mempunyai
interval pH yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam-basa
berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya, maka pemilihan
indikator merupakan hal terpenting.
Titrasi
merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa adalah titrasi yang
yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui
konsentrasinya) maupun titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan
berdasarkan reaksi penetralan asam-basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar
larutan basa dapat diketahui dengan menggunakan larutan asam yang diketahui
kadarnya. Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam dan basa (titrant dan titer)
tepat ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi. Titik ekuivalen titrasi ini dapat
dicapai setelah penambahan 100 ml basa, pada saat ini pH larutan besarnya 7.
Titik ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis. Problemnya sekarang adalah
kita inngin menetapkan titik akhir ini dengan pertolongan indikator. Titik
akhir yang dinyatakan oleh indikator disebut titik akhir titrasi. Indikator yang
dipakai harus dipilih agar titik akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau
sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih indikator yang memiliki trayek
perubahan warnanya di sekitar titik akhir teoritis. (Sukardjo, 1984)
Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung Hidrogen
yang bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH-
atau menghasilkan OH- ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi
dengan asam untuk menghasilkan garam dan air.)Teori Bronsted memperluas
definisi asam dan basa dengan menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan
kimia. Misalnya, teori Bronsted menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan
amonium klorida bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat basa. Dalam
teori Bronsted, asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan
proton kepada zat yang lain . Dalam hali ini , proton adalah atom
hidrogen yang kehilangan elektronnya. Basa adalah zat yang menerima proton dari
zat lain. Reaksi asam dan basa menghasilkan menghasilkan asam dan basa yang lain.
(Golberg, 2002)
Titrasi adalah cara yang memungkinkan kita untuk mengukur
jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan suatu larutan lain yang
konsentrasinya diketahui. Analitis semacam ini yang menggunakan pengukuran
volume larutan pereaksi disebut analitis volumetri (Petrucci,1987).
Titrasi merupakan penambahan secara cermat volume larutan
yang mengandung zat yang konsentrasinya diketahui, yang akan mengakibatkan
reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu pada titik
akhir ditandai dengan semacam perubahan fisis, misalnya warna campuran reaksi
yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut indikator, yang
mengubah warna pada titik akhir. Indikator adalah zat warna yang
perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang pH yang sempit (Oxtoby,2001).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan
a)
NaOH
b)
HCl0,1 M
c)
H2C2O4
d)
Indikator
penolphetalien
e)
Erlenmeyer
f)
Buret 50 Ml
g)
Statif dan klem
h)
Gelas ukur 25 Ml atau
10 Ml
i)
Corong kaca
3.2 Cara Kerja
Cuci
bersih buret yang akan digunakan untuk standarisai dan bilas dengan 5 mL
larutan NaOH Putar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam
buret, selanjutnya isi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret .
kemudian larutan dikeluarkan lagi dengan buret . larutan NaOH dimasukan lagi ke
dalam buret sampai sekala tertentu .catat kedudukan volom awal NaOH dalam
buret.
a) Proses
Standarisasi larutan NaOH 0,1 M :
Ada
beberapa penentuan konsentrasi NaOH 0,1 M yaitu:
Ø Cuci
3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan asam oksalat 0,1 M dan masukan ke dalam
setiap erlenmeyer dan tambahkan ke dalam masing-masing erlenmeyer 3 tetes
indikator penoiphtalein ( pp ).
Ø Alirkan
larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah mudah yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.
Ø Catat
volume NaOH terpakai.
Ø Ualangi
dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II dan III
Ø Hitung
molaritas ( M ) NaOH.
b)
Penentuan konsentrasi
HCl
Ada beberapa penentuan
konsentrasi HCl yaitu:
Ø Cuci
3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan masukkan ke dalam setiap
erlenmeyer.
Ø Tambahkan
ke dalam masimg-masing erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein (PP)
Ø Alirkan
larutan NaOH yang ada di dalam buret
sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang
apabila gelas erlenmeyer digoyang.
Ø Catat
volume NaOH terpakai.
Ø Ulangi
dengan cara yang sama untuk erlemeyer ke II dan ke III
Ø Hitung
molaritas (M) HCl
v Penentuan konsentrasi HCI
Ø Cucilah 3 erlemeyer, pipet 10 mL
larutan HCI 0,1M dan masukkan ke dalam setiap erlemeyer.
Ø Tambahkan kedalam masing-masing
erlemeyer 3 tetes indikator penolphtalein (PP).
Ø masukkan larutan NaOH yang ada dalam
buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlemeyar
digoyang.
Ø mencatat NaOH yang terpakai.
Ø Ulangi lagi dengan cara yang sama
untuk erlemeyer ke 2dan ke 3.
Ø menghitung molaritas (M) HCI.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 hasil
pengamatan
Standarisasi NaOH
dengan larutan asam oksalat
No
|
Prosedur
|
ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1.
|
Volume larutan asam oksalat 0,1 M
|
10 mL
|
10 mL
|
10 mL
|
10 mL
|
2.
|
Volume NaOH terpakai
|
11,5 mL
|
8 mL
|
11 mL
|
10,16 mL
|
3.
|
Molaritas (M) NaOH
|
0,09
|
0,13
|
0,09
|
0,1 M
|
Standarisasi HCl dengan
larutan
No
|
Prosedur
|
Ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1.
|
Volume larutan HCl
|
10 Ml
|
10 mL
|
10 Ml
|
10 mL
|
2.
|
Volume NaOH terpakai
|
11,5 Ml
|
9,6 mL
|
10,6 Ml
|
10,56 mL
|
3.
|
Morlaritas ( M ) NaOH
|
Berdasarkan hasil percobaan di atas
|
M
|
||
4.
|
Morlaritas ( M ) Larutan HCl
|
0,09 0,10 0,09
|
0,1 M
|
4.2 Pembahasan
Titrasi adalah cara analisis tentang
pengukuran jumlah larutan yang di butuhkan untuk bereaksi secara tetap dengan
zat yang terdapat dengan larutan lain.
Pada percobaan ini kami menentukan molaritas
NaOH dengan menggunakan proses titrasi antara larutan HCl sebanyak 15 ml 0,1 M
dengan larutan NaOH. 15 ml larutan HCl dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer lalu
ditambahkan 3 tetes indikator PP, lalu ditetesi dengan larutan NaOH yang sudah
disediakan dalam buret setetes demi setetes sampai ekuivalen atau habis
bereaksi. Titik ekuivalen dapat diketahui dengan bantuan larutan PP ,kisaran
warna yaitu tidak berwarna sampai merah ungu, yakni apabila tak berwarna
berarti sifatnya asam dan jika berwarna merah ungu berarti basa. Jika larutan
sudah ekuivalen maka, larutan akan mengalami perubahan warna paling awal, dan
warnanya sangat muda dan cerah saat itulah titrasi dihentikan. Saat larutan
menunjukkan perubahan warna paling awal itulah yang disebut titik akhir
titrasi.
Reaksi asam-basa dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau larutan basa.
Penentuan itu dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa yang telah
diketahui konsentrasiya ke dalam sejumlah larutan asam yang belum diketahui
konsentrasinya atau sebaliknya. Penetesan dilakukan hingga asam dan basa tepat
habis bereaksi. Waktu penambahan hingga asam dan basa tepat habis disebut titik
ekuivalen. Dengan demikian, konsentrasi asam atau basa dapat ditentukan jika
salah satunya sudah diketahui. Proses penetapan konsentrasi tersebut disebut
titrasi asam-basa.
Titrasi
merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi
redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya.
v Cara
Mengetahui Titik Ekuivalen
Ada
dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
Memakai
pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian
membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi.
Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
Memakai
indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi,
pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan,
tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam
titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga
tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan
hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik
equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan
sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik
akhir titrasi”.
v Rumus
Umum Titrasi
Pada
saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent
basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam =
mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen
diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus
diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil
perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion
OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
Ø Pembahasan tentang Standarisasi
NaOH dengan larutan asam oksalat
§ Ulangan I
Dik : V asam oksalat =
10 mL V NaOH = 19 mL
M asam oksalat = 0,1 M
Dit
: M NaOH = ...?
Jawab
: V asam oksalat x M asam oksalat = V NaOH x M NaOH
= 10 mL
x 0,1 M = 19 mL x M NaOH
= 1 = 19 x M NaOH
M
NaOH =
= 0,052 M
§ Ulangan II
Dik
: V asam oksalat = 10 mL V NaOH
= 18 mL
M asam oksalat = 0,1 M
Dit
: M NaOH = .... ?
Jawab
: V asam oksalat x M asam oksalat = V
NaOH x M NaOH
=
10 mL x 0,1 M = 18 mL x M NaOH
= 1 = 18 x M NaOH
M NaOH =
= 0,055 M
§ Ulangan III
Dik :
V asam oksalat = 10 mL V NaOH =
20 mL
M asam oksalat = 0,1 M
Dit :
M NaOH = ....?
Jawab
: V asam oksalat x M asam oksalat = V NaOH x M NaOH
= 10 mL x 0,1
M =
20 mL x M NaOH
= 1 = 20 mL x M NaOH
M
NaOH =
= 0,05 M
Rata-rata
volume NaOH terpakai =
= 19 mL
Rata-rata
molaritas NaOH =
= 0,052 M
Ø Pembahasan tentang Standarisasi
HCl dengan larutan HCl
§ Ulangan I
Dik : V HCl = 10 mL V NaOH = 9 mL
M NaOH =
0,052 M n NaOH = 1
Dit : M HCl = ....?
Jawab : V NaOH x M NaOH
x n NaOH = V HCl x M HCl x n HCl
9
mL x 0,052 M x 1 = 10 mL x M HCl x 1
M HCl =
= 0,0468 M
§ Ulangan II
Dik : V HCl = 10 mL V
NaOH = 9 mL
M NaOH =
0,052 M n NaOH = 1, n
HCl = 1
Dit ; M HCl=....?
Jawab : V NaOH x M NaOH x n NaOH = V HCl x M HCl x n
HCl
9 mL x 0,052 M x 1 = 10 mL
x M HCl x 1
M HCl =
= 0,0468 M
§ Ulangan III
Dik : V HCl = 10 mL V NaOH = 10 mL
M NaOH = 0,052 M n NaOH = 1, n
HCl = 1
Dit : M HCl = ....?
Jawab : V NaOH x M NaOH x n NaOH = V HCl x M HCl x n
HCl
10
mL x 0,052 M x 1 = 10 mL x M HCl x 1
M HCl =
= 0,052 M
Rata-rata volume NaOH
terpakai =
= 9,3 mL
Molaritas HCl =
= 0,05 M
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1.
Titik akhir titrasi adalah
keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator.
2. Titrasi merupakan cara penentuan
konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan
yang sudah diketahui konsentrasinya dan mengukur volumenya secara pasti.
3. Indikator yang digunakan dalam percobaan
titrasi menentukan warna yang akan dihasilkan
4. Dengan menggunakan indikator yang
sesuai maka akan dapat terbaca sifat larutan tersebut.
5. Jika asam ditetesi basa, maka PH
larutan naik, sebaliknya jika larutan basa ditetesi asam maka PH larutan akan turun.
6. Ada
4 macam reaksi yang digunakan dalam titrasi yaitu reaksi asam-basa, reaksi
redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks.
5.2 Saran
Ada
beberapa saran dalam melakukan praktikum yaitu :
Dalam
melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-hati dalam menggunakan
larutan-larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan praktikum kali ini
kita juga harus memperhatikan ketelitian dalam mengukur dan menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
telah diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Oxtoby.
2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern.
Jilid I. Erlangga, Jakarta.
Brady,
J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan
Struktur.Binarupa Aksara, Jakarta.
Petruccci, H. Ralph.1987. Kimia Dasar Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Penuntun
Praktikum Kimia.Fakultas Pertanian.2014.Bengkulu:UNIB
Achmadi, Suminar. 2004. Kimia Dasar. Erlangga, Jakarta.
http://titrasi-isro.blogspot.com/
http://catatankimia.com/catatan/titrasi-asam-basa.html
JAWAB PERTANYAAN
1. Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi
mendekati titik ekivalen?
Jawab:
Dengan
menggunakan indicator asam basa yaitu satu zat yang dapat berubah warna yang
tergantung pada pH larutan indicator harus dipilih sehingga pH titik ekivalen titrasi
terdapat pada daerah perubahan warna indicator. Cara penentuan nya adalah
dengan menambahkan titer tetes
demi tetes ke dalam Titrant sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara
stoikmetri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai
dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi
basa.
2.
Jelaskan secara singkat
fungsi indikator?
Jawab
:
Untuk
mengetahui titik ekivalen pada titrasi asam basa kita bisa menggunakan indikator asam basa.
3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika
ditambah dengan indikator?
Jawab :
Tidak ,karena tanpa ditambahkan indicator suatu titrasi tidak akan
timbul perubahan warna dan begitupun titik akhir titrasinya tidak akan
tercapai.
4.
Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas.
Jawab:
2
NaOH + H2C2O2 Na2C2O4
+ 2 H2O
HCl + NaOH NaCl + H2O
5.
Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder?
Jawab :
Larutan
standar primer:larutan yang telah diketahui konsentrasinya,dalam proses Pembuatannya
tidak perlu di standarisasi dengan larutan. Untuk memastikan konsentrasi
larutan yang sebenarnya.Larutan standar sekunder:larutan yang dipergunakan
untuk menstandarisasi atauMenentukan konsentrasi larutan lain tetapi larutan
standar Tersebut harus distandarisasi
terlebih dahulu untuk menentuka
Konsentrasi yang sebenarnya.
6. Tuliskan syarat-syarat suatu indikator dapt
dipakai dalam suatu titrasi?
Jawab:
Syarat-syarat
suatu indikator dapat dipakai dala suatu titrasi yaitu :
1. Harus tersedia dengan mudah dalam bentuk
murni atau dalam keadaan kemurnian yang di ketahui.
2. Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh
terlalu higroskopik sehingga menyerap air selama penimbangan.
3. Mempunyai bobot ekivalen yang tinggi agar
kesalahan dalam penimbangan dapat diminimalkan
4. Lebih baik zat yang berasal dari asam dan
basa kuat yang disosiasinya tinggi
5. Asam dan basa lemah dapat juga digunakan
sebagai standar primer untuk menstandarisasi asam atau basa lemah yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar